Archive for January, 2013


 

 

Perencanaan Fisik Pembangunan ada untuk mengatur Tata Ruang,Lingkungan dan Wilayah pada suatu daerah.

Proses perencanaan pembangunan harus melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan umum langsung oleh rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan mengingat amanat Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial, ekonomi, dan politik bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan komplek.

Perencanaan pembangunan nasional harus mengakomodasi kenyataan bahwa perencanaan pembangunan harus melalui proses demokratis, terdesentralisasi, dan mematuhi tata pemerintahan, demi terciptanya pembangunan yang baik.

 

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) mengkaji mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.

Tapi masih banyak terjadi pelanggaran dalam penerapannya di lapangan, masih banyak yang menganggapnya sekedar formalitas sebelum pembangunan, jika pembangunan dilakukan terus menerus tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan maka dapat merusak alam dan ekosistem dan nantinya akan berdampak kembali ke manusia.

Contohnya saja banjir, salah satunya karena area-area resapan air atau yang tadinya waduk, ataupun rawa sudah digusur dan dibangun gedung-gedung bertingkat.

Kesadaran akan peduli lingkungan hidup harus dimulai sekarang, atau akan timbul bencana-bencana lain yang tidak diinginkan.

 

Hukum Perikatan dan Perjanjian ada untuk mengatur setiap bentuk perikatan dan perjanjian agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Saya rasa penerapannya di lapangan sudah cukup baik mengatur urusan ini, dengan menetapkan hukuman bagi pihak berhutang jika tidak menepati janjinya sesuai kesepakatan, akan membuatnya menaati perjanjiannya.

Hukum melekatkan hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain dan apabila salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hukum dapat memaksakannya.

Tapi terkadang terjadi pelanggaran karena kedua belah pihak tidak tegas dalam menetapkan perjanjian sebelumnya.

 

 

Dalam UNDANG UNDANG PERBURUHAN  NO.12 TH 1948 jelas sangat melindungi para pekerja atau buruh-buruh yang terdapat di indonesia. Tetapi, dalam penerapannya secara langsung, sangatlah jauh dari konteks undang-undang tersebut.

Contoh Studi Kasus 1 :
Didalam pasal 10 ayat 1, jelas sekali terpampang bahwa buruh tidak boleh bekerja lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Tetapi banyak kenyataan yang kita lihat. Para buruh banyak yang bekerja lebih dari waktu yang telah ditentukan dalam pasal tersebut.

Contoh Studi Kasus yang ke 2 :
Didalam Pasal 13. ayat 2, menyatakan bahwa “Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.”
Kenyataannya, banyak para Buruh wanita yang dipaksa untuk untuk tetap bekerja walaupun dalam keadaan yang sangat tidak memungkinkan.
Banyak para Buruh wanita yang masih disuruh bekerja oleh perusahaan dengan alasan kurangnya tenaga kerja.

Lalu dalam UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1964

 

Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta

 

Perusahaan tidak bisa semena-mena memutuskan hubungan kerja karyawan/buruhnya, harus memperoleh izin Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah ( Panitia Daerah),

Tapi kenyataannya penerapannya di lapangan dengan apa yang tertulis dalam undang-undang sangat bertolak belakang. Banyak buruh yang di PHK tanpa adanya izin dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah.

Seharusnya undang-undang dapat dijadikan sebagai acuan dalam tindakan, perilaku, dan lebih menjamin ketenteraman serta kepastian bekerja bagi kaum buruh.

 

 


Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek Abiotik, Biotik, dan Kultural. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang “Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup”.
Dokumen AMDAL terdiri dari :

  • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
  • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
  • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

AMDAL digunakan untuk:

  • Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
  • Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:

  • Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
  • Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
  • masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

 

  1. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012
  2. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010
  3. Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
  4. Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008

 

 

 

 

Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_Mengenai_Dampak_Lingkungan

 

 

Pengertian Perencanaan

Perencanaan adalah proses dasar di mana manajemen memutuskan tujuan dan cara mencapainya. Perbedaan pelaksanaan adalah hasil tipe dan tingkat perencanaan yang berbeda pula. Perencanaan dalam organisasi adalah esensial, karena dalam kenyataannya perencanaan memegang peranan lebih dibanding fungsi-fungsi manajemen lainnya.

Tipe dan Klasifikasi perencanaan

Perencanaan dan rencana dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara yang berbeda. Cara pengklasifiasian perencanaan akan menentukan isi rencana dan bagaimana perencanaan itu dilakukan. Meskipun proses dasar perencanaan adalah sama bagi setiap pimpinan manajer, dalam praktek perencanaan dapat mengambil berbagai bentuk. Ini disebabkan beberapa alasan :

a. Perbedaan tipe negara organisasi mempunyai perbedaan misi (maksud), di mana, pendekatan perencanaan yang digunakan berbeda pula.

b. Bahkan dalam suatu negara organisasi yang sama dibutuhkan tipe-tipe perencanaan yang berbeda untuk waktu-waktu yang berbeda, dan

c. Pimpinan manajer yang berlainan akan mempunyai gaya perencanaan yang berbeda.

Ada paling sedikit lima dasar pengklasifikasian rencana-rencana sebagai berikut :

1. Bidang Fungsional,

Mencakup rencana produksi, pemasaran, keuangan, dan personalia.Setiap faktor memerlukan tipe perencanaan yang berbeda. Misalnya, rencana produksi akan meliputi perencanaan kebutuhan bahan, scheduling produksi, jadwal pemeliharaan mesin, dan sebagainya. Sedang rencana pemasaran berisi target penjualan, program promosi dan sebagainya.

2. Tingkat Organisasional,

Termasuk keseluruhan organisasi atau satuan-satuan kerja organisasi. Teknik-teknik dan isi perencanaan berbeda untuk tingkat berbeda pula. Perencanaan organisasi keseluruhan akan lebih kompleks daripada perencanaan suatu satuan kerja organisasi.

3. Karakteristik-karakteristik (sifat) Rencana,

Meliputi faktor-faktor kompleksitas, fleksibilitas, keformalan, kerahasiaan, biaya, rasionalitas, kwantitatif dan kwalitatif. Misal rencana pengembangan produk biasanya bersifat rahasia rencana produksi lebih bersifat kwantitatif dibanding rencana personalia.

4. Waktu,

Menyangkut rencana jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Semakin lama rentangan waktu antara prediksi dan kejadian nyata, kemungkinan terjadinya kesalahan semakin besar. Sebagai contoh, tingkat rencana pembangunan 10 tahun yang akan datang dibandingkan dengan pembangunan suatu kawasan 2 tahun mendatang.

5. Unsur-unsur Rencana,

Dalam wujud anggaran, program, prosedur, kebijaksanaan, dan sebagainya. Perencanaan meliputi berbagai tingkatan yang lebih tinggi. Perencanaan ini berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, seperti program pengembangan, anggaran, dan lain-lain.

Dalam suatu negara organisasi rencana diperinci melalui tingkatan-tingkatan yang membentuk hirarki dan paralel dengan struktur organisasi. Pada setiap tingkatan, rencana mempunyai dua fungsi :

a. Menyediakan peralatan untuk pencapaian serangkaian sasaran dari rencana tingkatan di atasnya, dan sebaliknya menunjukkan sasaran yang harus dipenuhi rencana tingkatan di bawahnya.

b. Rencana dari manajemen puncak akan dibuat menjadi rencana-rencana yang lebih terperinci oleh satuan- satuan manajemen menengah dan lini pertama.

Ada dua tipe utama rencana, yaitu :

a. Rencana-rencana strategik (strategic plans) , yaitu dirancang memenuhi tujuan-tujuan organisasi yang lebih luas, mengimplementasikan missi yang memberikan alasan-alasan khas keberadaan suatu organisasi wilayah,

b. Rencana-rencana operasional (operational plans), penguraian lebih terperinci bagaimana rencana strategik akan dicapai.

 

 

Bidang Perencanaan Fisik dan Prasarana dibagi menjadi dua Sub Bidang yaitu,

Sub Bidang Tata Ruang & Lingkungan dan Sub Bidang Prasarana Wilayah.

 

– Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan

Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan mempunyai tugas:

  • · Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian tugas pokok di bidang tata ruang dan lingkungan.
  • · Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program Tata Ruang dan Lingkungan yang serasi.
  • · Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program pembangunan Tata Ruang dan Lingkungan.
  • · Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan dengan sub bidang Tata Ruang dan Lingkungan.
  • · Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan serta merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan masalah.
  • · Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
  • · Melaksanakan tugas laun yang diperintahkan oleh atasan.

 

– Sub Bidang Prasarana Wilayah

Sub Bidang Prasarana Wilayah mempunyai tugas:

  • · Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian tugas pokok di Sub Budang Prasarana Wilayah
  • · Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program bidang Prasarana Wilayah
  • · Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program pembangunan PU, Perumahan dan Perhubungan.
  • · Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan dengan Sub Bidang Prasarana Wilayah.
  • · Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Prasarana Wilayah serta merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan masalah.
  • · Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
  • · Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

 

Reformasi seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara sejak tahun 1998 telah mendorong adanya pembaharuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan nasional harus mengakomodasi kenyataan bahwa perencanaan pembangunan harus melalui proses demokratis, terdesentralisasi, dan mematuhi tata pemerintahan yang baik. Demikian pula proses perencanaan pembangunan harus melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan umum langsung oleh rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan mengingat amanat Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial, ekonomi, dan politik bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan kompleks.

Sistem perencanaan pembangunan nasional diatur dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) telah mengakomodasi seluruh tuntutan pembaharuan sebagai bagian dari gerakan reformasi. Perencanaan pembangunan nasional harus dapat dilaksanakan secara terintegrasi, sinkron, dan sinergis baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah.

Rencana pembangunan nasional dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Kemudian Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) yang berupa penjabaran visi dan misi presiden dan berpedoman kepada RPJP Nasional.

Sedangkan untuk daerah, RPJM Nasional menjadi perhatian bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah (RPJMD). Di tingkat nasional proses perencanaan dilanjutkan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang sifatnya tahunan dan sesuai dengan RPJM Nasional. Sedangkan di daerah juga disusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu kepada RKP. Rencana tahunan sebagai bagian dari proses penyusunan RKP juga disusun oleh masing-masing kementerian dan lembaga dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) Kementerian atau Lembaga, dan di daerah Renja-SKPD disusun sebagai rencana tahunan untuk SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).

Rencana kerja atau Renja ini disusun dengan berpedoman kepada Renstra serta prioritas pembangunan yang dituangkan dalam rancangan RKP, yang didasarkan kepada tugas dan fungsi masing-masing instansi.

Proses penyusunan rencana pembangunan secara demokratis dan partisipatoris dilakukan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten atau kota, kemudian pada tingkat Provinsi. Hasil dari Musrenbang Provinsi kemudian dibawa ke Musrenbang Nasional yang merupakan sinkronisasi dari Program Kementerian dan Lembaga dan harmonisasi dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Musrenbang ini menghasilkan Rancangan Akhir RKP sebagai pedoman penyusunan RAPBN.

 

 

 

Sumber:

http://www.bappeda.penajamkab.go.id/unit-kerja/bidang-fisik-a-prasarana

http://reinalldy.blogspot.com/2012/10/perencanaan-fisik-pembangunan.html

Click to access sipil-jeluddin2.pdf

Hukum Perburuhan adalah seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial antara Pengusaha, disatu sisi, dan Pekerja atau buruh disisi yang lain.

 

Sejarah Hukum Perburuhan

Pasca reformasi, hukum perburuhan memang mengalami perubahan luar biasa radikal. baik secara regulatif, politik, ideologis bahkan ekonomi Global. Proses industrialisasi sebagai bagian dari gerak historis ekonomi politik suatu bangsa dalam perkembanganya mulai menuai momentumnya. hukum perburuhan, setidaknya menjadi peredam konflik kepentingan antara pekerja dan pengusaha sekaligus.

Sebagai Peredam Konflik, tentu ia tidak bisa diharapkan maksimal. faktanya, berbagai hak normatif perburuhan yang mustinya tidak perlu lagi jadi perdebatan, namun kenyataanya Undang-undang memberi peluang besar untuk memperselisihkan hak-hak normatif tersebut. memang Undang-undang perburuhan juga mengatur aturan pidananya namun hal tersebut masih dirasa sulit oleh penegak hukumnya. disamping seabrek kelemahan lain yang kedepan musti segera dicarikan jalan keluarnya.

Masa Orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto benar-benar membatasi Gerakan Serikat Buruh dan Serikat Pekerja. saat itu Organisasi Buruh dibatasi hanya satu organisasi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia).

pola penyelesaian hubungan Industrial pun dianggap tidak adil dan cenderung represif. TNI saat itu, misalnya, terlibat langsung bahkan diberikan wewenang untuk turut serta menjadi bagian dari Pola Penyelesaian hubungan Industrial. Saat itu, sejarah mencatat kasus-kasus buruh yang terkenal di Jawa Timur misalnya Marsinah dan lain-lain.

 

Hukum Perburuhan era Reformasi

Era Reformasi benar-benar membuka lebar arus demokrasi. Secara regulatif, dan Gradual hukum perburuhan kemudian menemukan momentumnya. hal tersebut terepresentasi dalam tiga paket Undang-Undang perburuhan antara lain: Undang-undang No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat Buruh, Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

 

 

 

UNDANG UNDANG PERBURUHAN  NO.12 TH 1948
Tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh

 

Undang-undang ini menjelaskan tentang aturan-aturan terhadap pekerja buruh dalam hal persyaratan untuk menjadi seorang buruh, pengaturan jam kerja dan jam istirahat, pemberian upah, perlindungan terhadap buruh perempuan, tempat kerja dan perumahan buruh, tanggung jawab, pengusutan pelanggaran, dan aturan tambahan.

Undang-undang ini berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.

Adanya bunyi dari Undang-Undang Perburuhan No.12 Th 1948 :

Pasal 10.
(1) Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu.

(2) Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat yang sedikitsedikitnya setengah jam lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud dalam ayat 1.

Pasal 13. ayat 2
(2) Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.

 

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1964

Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta

 

Menimbang:

bahwa untuk lebih menjamin ketenteraman serta kepastian bekerja bagi kaum buruh yang disamping tani harus menjamin kekuatan pokok dalam revolusi dan harus menjadi soko guru masyarakat adil makmur, seperti tersebut dalam Manifesto Politik, beserta perinciannya, perlu segera dikeluarkan Undang-Undang tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta.

 

Pasal 1

(1) Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.

(2) Pemutusan hubungan kerja dilarang:

a. Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus menerus.

 

b. Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena mematuhi kewajiban terhadap

Negara yang ditetapkan oleh Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya dan yang disetujui Pemerintah.

 

Pasal 2

Bila setelah diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan, pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan buruh sendiri dalam hal buruh itu tidak menjadi anggota dari salah satu organisasi buruh.

 

Pasal 3

(1) Bila perundingan tersebut dalam pasal 2 nyata-nyata tidak menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan buruh, setelah memperoleh izin Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah ( Panitia Daerah), termaksud pada pasal 5 Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42) bagi pemutusan hubungan kerja perorangan, dan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12 Undang-undang tersebut di atas bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.

 

(2) Pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dianggap terjadi jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan, pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, atau mengadakan rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.

 

Pasal 4

Izin termaksud pada pasal 3 tidak diperlukan bila pemutusan hubungan kerja dilakukan terhadap buruh dalam masa percobaan.

Lamanya masa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan dan adanya masa percobaan harus diberitahukan lebih dahulu pada calon buruh yang bersangkutan.

 

Pasal 5

(1) Permohonan izin pemutusan hubungan kerja beserta alasan-alasan yang menjadi dasarnya harus diajukan secara tertulis kepada Panitia Daerah, yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat kedudukan pengusaha bagi pemutusan hubungan kerja perorangan dan kepada Pusat bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.

 

(2) permohonan izin hanya diterima oleh Panitia Daerah/Panitia Pusat bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2 tetapi perundingan ini tidak menghasilkan persesuaian paham.

 

Pasal 6

Panitia Daerah dan Panitia Pusat menyelesaikan permohonan izin pemutusan hubungan kerja dalam waktu sesingkat-singkatnya, menurut tata cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan.

 

Pasal 7

(1) Dalam mengambil keputusan terhadap permohonan izin pemutusan hubungan kerja, Panitia Daerah dan Panitia Pusat disamping ketentuan-ketentuan tentang hasil ini yang dimuat dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42), memperhatikan keadaan dan perkembangan lapangan kerja serta kepentingan buruh dan perusahaan.

 

(2) Dalam hal Panitia Daerah atau Panitia Pusat memberikan izin maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk memberikan kepada buruh yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa, dan ganti kerugian lain-lainnya.

 

(3) Penetapan besarnya uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian lainnya diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan.

 

(4) Dalam Peraturan Menteri Perburuhan itu diatur pula pengertian tentang upah untuk keperluan pemberian uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian tersebut di atas.

 

Pasal 8

Terhadap penolakan pemberian izin oleh Panitia Pusat atau pemberian izin dengan syarat tersebut pada pasal 7

ayat (2), dalam waktu 14 (empat betas) hari setelah pemutusan diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik buruh dan/atau pengusaha maupun organisasi buruh/ atau organisasi pengusaha yang bersangkutan dapat diminta banding kepada Panitia Pusat.

 

Pasal 9

Panitia Pusat menyelesaikan permohonan banding menurut tata cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan dalam tingkat banding.

 

Pasal 10

Pemutusan hubungan kerja tanpa izin seperti tersebut pada pasal 3 adalah batal karena hukum.

 

Pasal 11

Selama izin termaksud pada pasal 3 belum diberikan, dan dalam hal ada permintaan banding tersebut pada pasal 8, Panitia Pusat belum memberikan keputusan, baik pengusaha maupun buruh harus tetap memenuhi segala kewajibannya.

 

Pasal 12

Undang-undang ini berlaku bagi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di perusahaan-perusahaan swasta, terhadap seluruh buruh dengan tidak menghiraukan status kerja mereka, asal mempunyai masa kerja dari 3 (tiga) bulan berturut-turut.

 

Pasal 13

Ketentuan-ketentuan pelaksanaan yang belum diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.

 

Pasal 14

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Perburuhan

http://brigitacitra.blogspot.com/2011/11/hukum-perburuhan.html

/www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt4c3d3fcb74af1/parent/724

 

 

 

Perikatan dan perjanjian adalah suatu hal yang berbeda. Perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian dan Undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat dapat menyebabkan lahirnya perikatan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perikatan adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan.

 

 

  • PERIKATAN

Perikatan dalam pengertian luas

Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.

Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.

Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.

Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya.

 

Perikatan dalam pengertian sempit

Membahas hukum harta kekayaan saja, meliputi hukum benda dan hokum perikatan, yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda.

Peraturan Hukum Perikatan

Perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata dari pasal 1233-1456 KUH Perdata. Buku III KUH Perdata bersifat :

a. Terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak bertentangan dengan undang- undang.
b. Mengatur, maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh kedua belah pihak.
c. Melengkapi, maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena tergantung pada kesepakatan.

 

Macam-Macam Perikatan

a. Perikatan bersyarat ( Voorwaardelijk )
Suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi.

b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu ( Tijdsbepaling )
Perbedaan antara perikatan bersyarat dengan ketetapan waktu adalah di perikatan bersyarat, kejadiannya belum pasti akan atau tidak terjadi. Sedangkan pada perikatan waktu kejadian yang pasti akan datang, meskipun belum dapat dipastikan kapan akan datangnya.

c. Perikatan yang membolehkan memilih ( Alternatief )
Dimana terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana yang akan ia lakukan.

d. Perikatan tanggung menanggung ( Hoofdelijk atau Solidair )
Dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Sekarang ini sedikit sekali yang menggunakan perikatan type ini.

e. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Tergantung pada kemungkinan bias atau tidaknya prestasi dibagi. Pada hakekatnya tergantung pada kehendak kedua belak pihak yang membuat perjanjian.

f. Perikatan tentang penetapan hukuman ( Strafbeding )
Suatu perikatan yang dikenakan hukuman apabila pihak berhutang tidak menepati janjinya. Hukuman ini biasanya ditetapkan dengan sejumlah uang yang merupakan pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh pihak-pihak pembuat janji.

 

Unsur-unsur Perikatan

• Hubungan hukum
Maksudnya adalah bahwa hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat, hukum melekatkan hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain dan apabila salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hukum dapat memaksakannya.

• Harta kekayaan
Maksudnya adalah untuk menilai bahwa suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini yang membedakannya dengan hubungan hukum dibidang moral (dalam perkembangannya, ukuran penilaian tersebut didasarkan pada rasa keadilan masyarakat).

• Para pihak adalah Pihak yang berhak atas prestasi = kreditur, sedangkan yang wajib memenuhi prestasi = debitur.

• Prestasi (pasal 1234 KUH Perdata), prestasi yaitu :
a. Memberikan sesuatu.
b. Berbuat sesuatu.
c. Tidak berbuat sesuatu.

 

Asas-Asas Dalam Hukum Perikatan

– Asas Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338: 1 KUHPerdata.
– Asas Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.
-Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.

• Pengecualian : 1792 KUHPerdata
1317 KUHPerdata
• Perluasannya yaitu Ps. 1318 KUHPerdata.
– Asas Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum: 1338: 1 KUHPerdata.

 

Hapusnya Hukum Perikatan

Pasal 1381 BW menyebutkan bahwa hapusnya Perikatan adalah :
1. Karena pembayaran.
2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
3. Karena pembaharuan utang. Contoh : A kredit uang dibank, setelah 2 tahun dia tidak bias  membayar, karena pailit atau what ever ? maka bank melakukan pembaharuan utang.
4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi. Contoh : A utang pada B, tetapi A punya piutang pada C jumlahnya bisa lebih kecil atau lebih besar. Maka utangnya dialihkan.
5. Karena percampuran utang.
6. Karena pembebasan utangnya.
7. Karena musnahnya barang yang terutang. Contoh : kredit motor, tetapi akhirnya motor tersebut hilang sebelum lunas, maka kalau dulu langsung bebas, tetapi sekarang harus dicicil.
8. Karena kebatalan atau pembatalan. Contoh : dalam hutang piutang yang jumlahnya terlalu besar maka hakim dapat melakukan pembatalan.
9. Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab ke satu buku ini.
10. Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri. Contoh : perjanjian hutang gadai.

 

 

 

  • PERJANJIAN

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perikatan merupakan suatu yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit. Dikatakan demikian karena kita tidak dapat melihat dengan pancaindra suatu perikatan sedangkan perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk perjanjian ataupun didengar perkataan perkataannya yang berupa janji.

 

Asas Perjanjian

Ada 7 jenis asas hukum perjanjian yang merupakan asas-asas umum yang harus diperhatikan oleh setiap pihak yang terlibat didalamnya.

a. Asas sistem terbuka hukum perjanjian

Hukum perjanjian yang diatur didalam buku III KUHP merupakan hukum yang bersifat terbuka. Artinya ketentuan-ketentuan hukum perjanjian yang termuat didalam buku III KUHP hanya merupakan hukum pelengkap yang bersifat melengkapi.

b. Asas Konsensualitas

Asas ini memberikan isyarat bahwa pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat lahir sejak adanya konsensus atau kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian.

c. Asas Personalitas

Asas ini bisa diterjemahkan sebagai asas kepribadian yang berarti bahwa pada umumnya setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut untuk kepentingannya sendiri atau dengan kata lain tidak seorangpun dapat membuat perjanjian untuk kepentingan pihak lain.

d. Asas Itikad baik

Pada dasarnya semua perjanjian yang dibuat haruslah dengan itikad baik. Perjanjian itikad baik mempunyai 2 arti yaitu :

1. Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.

2. Perjanjian yang dibuat harus didasari oleh suasana batin yang memiliki itikad baik.

e. Asas Pacta Sunt Servada

Asas ini tercantum didalam Pasal 1338 ayat 1 KUHP yang isinya “Semua Perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.

Asas ini sangat erat kaitannya dengan asas sistem terbukanya hukum perjanjian, karena memiliki arti bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak asal memnuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur di dalam pasal 1320 KUHP sekalipun menyimpang dari ketentuan-ketentuan Hukum Perjanjian dalam buku III KUHP tetap mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuat perjanjian.

f. Asas force majeur

Asas ini memberikan kebebasan bagi debitur dari segala kewajibannya untuk membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian karena suatu sebab yang memaksa.

g. Asas Exeptio non Adiempletie contractus

Asas ini merupakan suatu pembelaan bagi debitur untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi akibat tidak dipenuhinya perjanjian, dengan alasan bahwa krediturpun telah melakukan suatu kelalaian.

 

Syarat Sahnya Perjanjian

a. Syarat Subjektif

– Keadaan kesepakatan para pihak

– Adanya kecakapan bagi para pihak

b. Syarat Objektif

– Adanya objek yang jelas

– Adanya sebab yang dihalalkan oleh hukum

 

 

 

 

Sumber:

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/06/hukum-perikatan-15/

http://rismaeka.wordpress.com/2012/03/07/hukum-perikatan-dan-perjanjian/

http://yell-art.blogspot.com/2011/11/uu-perburuhan-hukum-perburuhan-no12-th.html